Ted Fishman, Penulis Terkenal yang Pernah Tinggal di Indonesia


Khulaify.Com – Apakah anda pernah mendengar namanya? Yap betul, Ted Fishman adalah seorang jurnalis internasional asal Chicago, Amerika Serikat. Ted juga seorang penulis terkenal, yang telah menulis banyak ulasan, artikel, dan buku. Ted sudah menulis dua buku best seller diantaranya, Shock of Gray dan China Inc.


Nah berikut ini biografi singkat dan sepak terjang Ted Fishman. Selamat membaca :)


BIOGRAFI


Semasa kecil, Ted menghabiskan waktunya di Amerika, pinggiran luar Chicago. Yang pada saat itu, warga Chicago merupakan imigrasi dari Eropa Tengah di awal abad ke 20. Ted sekolah di pinggiran kota Chicago, yang mana di sekolah tersebut terdapat banyak kegiatan aktif, salah satunya kegiatan debat dan Ted bergabung dalam tim itu.


Dikatakan, Ted adalah seorang pendebat yang sukses, dan pernah mendapat penghargaan dalam kejuaraan nasional bersama timnya. Ia sangat kritis dan punya kemampuan observasi yang dalam. Contohnya, Ted akan meneliti satu pertanyaan dalam waktu yang sangat panjang dan berdebat di kedua sisi pertanyaan itu.


Ya hal itu adalah salah satu kemampuan yang dimiliki Ted sebagai Jurnalis dan itu merupakan hal yang harus dimiliki seorang Jurnalis pada umumnya. Tergantung pada konteksnya dalam mengobservasi.


Kemudian ia lanjut ke Princeton University yang merupakan bukan tujuan pertamanya. Ted masuk ke universitas tersebut karena seorang temannya yang kuliah di sana merekomendasikan dan mengirimkan nya formulir pendaftaran. 


Saat itu temannya berkata "Saya rasa anda akan suka berada di sini," dan ya, Ted mendaftar pada menit-menit terakhir, diterima, dan itu adalah pilihan yang bagus dan beruntung baginya. Karena di sana ada banyak peluang untuk menjelajahi dunia lewat Princeton.


Pada pertengahan tahun pertama sampai kedua, Ted menghabiskan waktu empat bulan di Jepang dengan bekerja di pabrik perusahaan Panasonic. Di sana ia bekerja di pabrik baterai, yang ternyata banyak pekerja perempuan lokal berumur 16-17 tahun. Ted tinggal di asrama pekerja bersama mereka yang berasal dari pertanian, yang pindah ke kota untuk bekerja di pabrik dan tinggal bersama orang tuanya di asrama.


Di Princeton, Ted mempelajari Filsafat. Menurutnya, pada tahun 1970-an di perguruan-perguruan tinggi di Amerika dan Inggris, belum berfokus tentang pertanyaan besar mengenai kehidupan. Ia pun menyelesaikan gelar sarjana pertamanya (Bachelor Degree) di Universitas Princeton, New Jersey.  


Ted menulis tesis tentang "Apa itu seseorang dari waktu ke waktu dan mengapa kita menganggap diri kita seseorang yang penting untuk direncanakan."


 

MENGAJAR DI INDONESIA 


Setelah sekembalinya dan lulus di Princeton, Ted mengikuti program "Princeton Asia" sebagai volunteer pada tahun 1980. Princeton mengirim para volunteer ke seluruh Asia. Ted pun pergi ke Indonesia setelah rencana beasiswanya ke Norwegia tidak dihiraukan, begitu pula Taiwan. 


Sebelum Ted pergi ke Indonesia, ia berkunjung ke kantor Clifford Geertz dan Hilde Geertz (Pasangan Antropolog Princeton), yang saat itu sedang mengerjakan suatu karya terkenal Indonesia. Kemudian Ted bertanya kepada mereka, "Haruskah aku pergi ke Indonesia?"


Mereka menjawabnya, "Kau bodoh jika tidak pergi. Indonesia negara yang indah, kau akan senang menjelajahinya. Bahasanya bagus, dan orang-orangnya baik." Ted pun mengiyakan dan kursus selama 10 minggu di Berkeley yang dibiayai oleh Princeton untuk belajar bahasa Indonesia.


Ted bersama para relawan lainnya pun sampai di Indonesia, tepatnya di Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. Di sana, Ted menjadi pengajar untuk program SELTU (Staff English Language Training Unit) selama 3 tahun.


Selama di Indonesia, Ted lebih banyak menghabiskan waktunya di Jogjakarta dan mengunjungi kota-kota wisata yang menarik, seperti Bali, Lombok, Sulawesi, dan Sumatera.


PENGALAMANNYA DI INDONESIA


Saat di Indonesia, Ted lebih banyak menghabiskan waktunya di Yogyakarta selama 2 tahun lebih. Pada tahunnya, Ted berada di era orde baru pemerintahan Indonesia yang dipimpin oleh Soeharto. Saat itu media baca atau jenis liputan tidak tereksplorasi, seperti surat kabar yang dihitamkan, majalah Tempo dengan sampul yang semuanya ditinta. 


Area percakapan khusus tidak bebas dan media massa telah ditutup. Ted pernah membaca buku karya Pramoedya Ananta Toer, yang kala itu penerbitannya terbatas. Namun hanya dalam waktu satu sampai dua minggu saja buku Pramoedya mendapat izin terbit, lalu dua minggu kemudian mereka berhenti menerbitkannya. Bagi Ted, buku tersebut adalah jendela dunia. Ted berkata ternyata ada banyak orang jenius dan kreatif di negeri yang tertindas. 


Ted tinggal di sebuah rumah bambu kecil di desa dekat Universitas Gajah Mada. Ted beradaptasi  dan bersosialisasi dengan baik. Di sana ia belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Ia juga senang dengan penduduk dan budaya masyarakat, selain ramah, Pecel juga menjadi makanan favoritnya. 


Ted berbicara mengenai budaya masyarakat, sosial, pertemanan, kesetiaan, dan juga bahasa. Menurutnya, ia senang dengan bahasa Indonesia dan belajar dengan orang Indonesia karena ada banyak permainan kata, kata serapan, dan percampuran dari bahasa lain. Dialek yang beragam membuat kesenangan dalam berbahasa.


KEMBALI KE AMERIKA


Setelah Program Princeton Asia, Ted jatuh sakit di Sumatera Barat dan pulang ke Amerika untuk mendapat perawatan di rumah sakit dalam waktu yang cukup lama. Baginya, pengalaman di Indonesia sangat menarik dan ingin kembali jika ada kesempatan.


Setelah cukup lama berada di rumah sakit, Ted pun dapat menghirup udara bebas kembali. Kemudian ia pergi ke New York dan bertemu dengan kawan kuliahnya. Ted pun bekerja sebagai peneliti di Firma Hukum dan berkoneksi dengan salah satu pengacara, Robert Hornick yang memiliki pengetahuan luas tentang Indonesia. 


Saat bekerja di Firma Hukum, Ted melakukan tugas-tugas penting, yang salah satunya berkaitan dengan Indonesia. Kemudian ia kembali ke Chicago dan bekerja bersama adiknya dalam Trading/perdagangan. Selama 12 tahun, Ted sudah mempunyai Firma Trading Derivatif sendiri. 


Ted menyukai pekerjaannya dalam waktu yang cukup lama. Beberapa kali bangkrut dan bangkit lagi. Namun setelah berkeluarga, ia tidak suka dengan ide bangkrut dan berpikir bahwa pekerjaan ini mempunyai resiko yang cukup besar.


Di sisi lain, Ted juga suka menulis. Ted menulis untuk surat kabar dan majalah ketika tidak sedang trading. Ia cukup dewasa dalam pengalaman menulis. Lalu Ted memutuskan untuk berhenti Trading dan menempuh karir nasional sebagai penulis. 



SEBAGAI PENULIS


Setelah menetapkan karir berikutnya sebagai penulis, Ted mengikuti program menulis dalam waktu yang cukup lama di universitas Princeton dengan seorang penulis terkenal, Joyce Carol Oates. 


Setelahnya, Ted bekerja bersama temannya yang sudah menjadi Editor. Ted menulis untuk surat kabar dan hampir semua majalah besar, seperti New York Times, Wall Street Journal, Harper's Magazine, The Atlantic, National Geographic, Majalah Chicago, Bloomberg BusinessWeek, Money, USA Today, Majalah German Geo, dan bahkan pernah menulis di Tempo. 


Dari beberapa bentuk dan jenis tulisan, Ted sangat suka dengan majalah. Karena majalah adalah format yang ideal untuk membaca dan menulis. Keteraturannya, ketepatan waktunya, energinya, dan tulisannya membuatnya suka dengan majalah.


Sudah ribuan artikel yang ia kerjakan selama menjadi penulis. Selain itu ia juga mengulas seni, seperti Teater, Museum, Film, dan sebagainya. Menurutnya, jika anda suka atau senang belajar apapun, maka menulis adalah profesi yang bagus.


MULAI MENULIS SEBUAH BUKU


Salah satu pekerjaan yang disukai dan berpengaruh dalam karirnya adalah saat bekerja pada Harper's Magazine. Saat itu, editor favoritnya di Harper's mendapat pekerjaan lain di bidang Penerbit buku. Kemudian Editor tersebut menelpon Ted, dan mengatakan, "Ted, kau seorang penulis sekarang."


Kala itu di tahun 2002, Ted memulai langkah berikutnya. Ia ingin menulis sebuah buku. Keinginan judul pertamanya dalam membuat buku adalah apa yang ia sudah pernah tulis di Harper's. Ted ingin membuat buku tentang 5 bisnis terbesar di dunia. Di sana juga akan membahas tentang perdagangan seks, perdagangan senjata, perdagangan obat-obatan, minyak bumi, mineral, dan lainnya. 


Tetapi saat berbicara dengan si Editor, ia menyarankan Ted untuk menulis buku tentang Tiongkok. Ted tertarik dengan topik tersebut. Ted pun menjawab, "Bagaimana kalau tentang perubahan di Tiongkok akan mengubah seluruh dunia." Karena Ted bukan ahli Tiongkok, jadi ia ingin menulis secara globalis dalam arti yang lebih luas. Ia juga mempunyai bekal saat pengalamannya di Jepang dan Indonesia.


Saat bekerja di Jepang pada tahun 70-an, Ted mengingat apa yang dikatakan oleh bosnya di Matsushita Panasonic. "Kamu tahu Ted? Kau orang Amerika. Kita semua bangun setiap pagi dengan Amerika di pikiran kita, di koran, di radio, Amerika di mana mana. Jepang sudah lama berada dalam bayang-bayang Tiongkok, dan nantinya Tiongkok akan menjadi lebih besar daripada sekarang."


Ted tidak melupakan kata-kata itu dan melacak pengamatan tersebut selama beberapa dekade, salah satunya saat berada di Indonesia. Yang mana barang-barang impor dari Tiongkok sudah banyak beredar di Indonesia dengan harga murah, sedangkan di Amerika tidak ada produk impor dari Tiongkok.


Ted pun mendapat kontrak untuk menulis buku dengan topik tersebut tepat saat Epidemi Sars, tahun 2002/2003 dan juga setelah Tiongkok masuk WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia, Tahun 2001: Organisasi Internasional yang mengatur, melancarkan, dan menaungi perdagangan antar negara). 


Jadi, Ted menulis buku pertamanya dalam bahasa Inggris yang berjudul China, Inc. Ted pun pergi ke Negeri Tirai Bambu saat setelah akses negara tersebut dibuka. Di sana Ted mengidentifikasi tren, kultural, dan apapun itu untuk mendapat ide. Buku China, Inc terbit pada tahun 2005 dan menjadi best seller global.


Buku China, Inc menggambarkan efek dari kemunculan China sebagai negara adidaya dan sebagai kekuatan dunia pada kehidupan dan bisnis orang-orang di mana pun. Tentang sistem, kebijakan, dan demografi Tiongkok saat itu.


MELANGKAH KE BUKU KEDUA


Setelah menyelesaikan buku pertamanya, China, Inc, Ted memulai menulis buku keduanya yaitu Shock Of Grey. Buku ini saling berkaitan dengan topik buku pertamanya mengenai Tiongkok. Berangkat dari topik yang menarik baginya dalam buku China, Inc, tentang regulasi dan sistem Tiongkok yang merujuk ke ranah Hubungan Internasional.

"Apa perubahan besar di Tiongkok yang mengubah dunia"

Yaitu beberapa ratus juta orang telah meninggalkan pertanian dan pergi ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik, seperti apa yang terjadi saat ia berada di Jepang. Mereka membangun kota-kota dan pabrik-pabrik, wanita bekerja di pabrik dan pria bekerja di industri berat. 

Saat itu Tiongkok mempunyai kebijakan Satu Anak. Negara di seluruh dunia membeli atau menyewa tenaga kerja anak muda berusia 16-22 tahun dari Tiongkok untuk bekerja dengan upah rendah. 

Para orang tua muda yang mempunyai satu anak masih bisa menghidupi keluarganya (bertani atau masih dapat melakukan apapun) tanpa membebani si anak untuk menghidupi orang tuanya. Hal ini merupakan bonus demografi bagi dan untuk kemajuan ekonomi Tiongkok.

https://pin.it/2fO9ihh



Topik kedua yang menarik dari pengalaman dan pengamatan tentang Tiongkok bagi Ted adalah 

"Ada Arbitrase raksasa (Penyerahan sukarela dengan kebijakan perjanjian kepada seseorang yang lebih berkualitas dalam pekerjaan) dunia tentang usia pekerja"

Kebijakan makro untuk memperoleh keuntungan dari perbedaan usia ini menjadi topik dalam buku keduanya, Shock Of Grey. Dimana pekerja yang menua dari Eropa dan Amerika di Jepang ditinggalkan demi pekerja muda dari Tiongkok. 


Karena kapitalisme tidak mau membayar masyarakat yang menua selagi mereka bisa mempekerjakan pekerja muda yang bekerja lebih baik dengan upah rendah atau hampir tanpa bayaran.


Tidak ada anak muda yang tersisa di pedesaan di Tiongkok, sedangkan di kota, masyarakatnya jauh lebih muda daripada tempat lain di AS atau Eropa. 

Buku Shock Of Grey menjadi best seller dan mendapat banyak audiens internasional, khususnya di Tiongkok yang menjadi sensasi.


Buku ini juga berawal dari sebuah pertanyaan dalam kepalanya tentang penuaan. Siapa yang tidak terpengaruh oleh penuaan? Masalah sosial apa yang tidak terkait dengan penuaan? Dan topik tersebut dibahas dari berbagai arah.

"Jika anda membaca buku saya, sebenarnya anda membaca buku tentang dunia. Dimana tempat anda berjalan, di dapur anda, ruang tamu anda, tempat kerja, dan komunitas anda."


KARIR LAINNYA


Ted Fishman sering muncul di televisi dan radio, termasuk banyak outlet berita yang paling banyak diikuti di dunia. Sebagai pembicara, Fishman telah berbicara kepada ratusan kelompok pemerintah, perusahaan, dan nirlaba di seluruh dunia.


Fishman pernah menjadi rekan di Think Tank untuk Kamar Dagang AS dan seorang sarjana tamu di Center on Longevity Universitas Stanford. Dia telah memberi nasihat dan menulis pidato untuk pejabat tinggi Pemerintah di AS dan luar negeri.


Dia juga pernah menjadi direktur fakultas dan dosen dengan program untuk eksekutif global melalui Dartmouth's Tuck School of Business. dan saat ini tinggal di Chicago.


Setelah menulis beberapa buku, Ted pun juga belajar lebih banyak daripada apa yang ia pelajari secara umum. Tentang dunia perdagangan/hubungan internasional, manufaktur, strategi, hal-hal Pentagon, dan lainnya.


KESIMPULAN


Ted C. Fishman adalah seorang jurnalis, Speaker, penulis, pegiat seni, pemenang penghargaan, mantan pedagang derivatif.

 

Dia adalah penulis dua buku berpengaruh: buku terlaris internasional, China, Inc, di mana dia menggambarkan efek dari kemunculan China sebagai kekuatan dunia pada kehidupan dan bisnis orang-orang di mana pun.


Buku penting keduanya, Shock of Grey, mengeksplorasi bagaimana penuaan populasi dunia dan tren dunia menuju keluarga yang lebih kecil mendorong globalisasi dan mengubah hubungan.


Buku-buku Fishman telah diterbitkan dalam 27 bahasa dan lebih dari 50 edisi asing. Esai, artikel, laporan, ulasan Fishman muncul di banyak publikasi paling terkemuka di dunia, termasuk The New York Times Magazine, USA Today, Wall Street Journal, National Geographic, Majalah Chicago, Bloomberg BusinessWeek, Money, dan Harper's.


PESAN


"Indonesia adalah tempat yang tepat untuk berpikir tentang menulis. Karena di sana adalah tempat dimana banyak energi berkumpul dari suasana untuk pribadi anda," begitu ucapnya dalam sesi wawancara bersama Pak Gita Wirjawan dalam podcast Endgame.

Ted juga memberi saran kepada orang-orang yang berpikir untuk menulis sebuah buku yaitu, Tulis jenis buku yang ingin kau baca. Sebuah buku bukan tentang penulisan dengan gaya akademis yang mana anda harus menulis seperti orang terpintar di dunia.

Anda hanya perlu menulis sesuai dengan diri sendiri, gaya, bahasa, dan kecerdasan anda. Anda tidak harus berada di kecerdasan orang lain yang lebih unggul dari anda, kecerdasan anda sudahlah lebih dari cukup. 

Ketika menulis buku, anda telah mencapai puncak kecerdasan anda. Itulah candunya menulis buku, dimana anda begitu mendalami topik, sehingga anda akan membuat koneksi yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya melebih kecerdasan anda. Itulah imajinasi kecerdasan dari semangat anda sendiri.


Pesan yang sangat menggugah bagi siapapun yang ingin memulai karir sebagai penulis, bukan? Oke sobut, ini adalah sekilas cerita perjalanan seorang Ted Fishman, semoga bacaan ini bermanfaat ya.

Sekian dan Terima Kasih.


Source: 
- Endgame (Youtube Gita Wirjawan)
- https://www.linkedin.com/in/tedfishman/
- https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-orde-lama-orde-baru-reformasi/
- https://www.simonandschuster.com/authors/Ted-Fishman/21438696
- https://www.leadingauthorities.com/uk/speakers/ted-fishman


Boleh silakan mampir di blog saya https://bangasaberkarya.blogspot.com barangkali ada yang lagi pengen dibaca, xixixi...

LihatTutupKomentar